Kamis, 05 Desember 2013

BAB 11 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN DENGAN METODE CAMELS SEBAGAI DASAR UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (Persero) Tbk




BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Bank
Dalam kegiatan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu bank dikenal juga sebagaitempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya.
Bank dalam perekonomian memiliki tempat yang teramat penting sebagai lembaga yang dapat mempengaruhi kegiatan perekonomian. Dalam menjalankan kebijakan moneter dengan menggunakan berbagai instrumen moneter, bank sentral umum menggunakan mediator dalam mempengaruhi jumlah uang beredar yang merupakan sasaran kebijakan moneter. Kenyataan ini menyebabkan peran bank sangat berbeda dengan lembaga-lembaga keuangan lainya dalam sistem keuangan. Keistimewaan bank umum tersebut antara lain: pertama, bank umum memiliki kemampuan dalam menciptakan suatu jenis tabungan yang dapat diambil atau ditarik dengan menggunakan instrumen yang disebut cek atau bilyet giro. Penarikan tersebut dapat dilakukan sewaktu-waktu tampa perlu memberitahukan bank yang bersangkutan. Instrumen penarikan disebut uang giral yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran atas suatu transaksi. Oleh karena itu, jenis tabungan ini disebut pula tabungan giral. Tabungan uang giral di bank umum tidak dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan lainyan termasuk Bank Perkreditan Rakyat. Kedua, bank umum memiliki kemampuan peningkatkan atau mengurangi daya beli (purchasing power) dalam perekonomian. Oleh karena itu, dengan kemampuan tersebut bank umm akan dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dalam masyarakat melalui pemberian kredit kepada nasabah atau unit-unit uasaha yang membutuhkan dana. Namun, dalam pemberian kredit tersebut bank umum tidak dapat menggunakan keseluruhan tabungan yang diterima dari masyarakat untuk disalurkan, baik dalam bentuk kredit maupun dalam bentuk aktiva lainya. Sebagai dari tabungan yang dihimpun tersebut harus disimpan sebagai cadangan likuiditas atau alat likuid yang jumlahnya ditentukan oleh otoritas moneter.
Bank persero, atau juga sering disebut Bank, pada awalnya masing-masing didrikan dengan undang-undang ter sendiri dimana diatur mengenai bidang tugas masing-masing bank. Selanjutnya, dalam kegiatan operasionalnya, bank persero tetap tunduk pada undang-undang tentang perbankan. Dengan diundangkanya UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, bank-bank persero lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Bank pemerntah, adalah bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah. Di awal dekade 2000-an, pemerintah melakukan restruk-turitasi yang sangat fundamintal terhadap bank-bank persero sebagai dampak terjadinya krisis perbankan. Bank persero yang sebelumnya berjumlah 7 bank diperkecil jumlahnya menjadi hanya 4 bank. Kebijakan pemerintah terhadap bank persero dilakukan dengan menggabungkan (merger) Bank Bumi Daya, Bank Pembangunan Indonesia, dan Bank Dagang Negara ke dalam Bank Mandiri. Sementara BTN, Bank BNI 46, dan BRI tetap terus beroperasi seperti sebelumnya. Bank Ekspor Impor Indonesia berubah menjadi Bank Ekspor Indonesia yang tidak lagi beroperasi  sebagai bank dan berubah fungsi menjadi lembaga pembiayaan ekspor. Dengan demekian, fungsi Bank Exim sebelumnya sebagai bank umum kini tidak lagi dilakukan. Komposisi kepemilikan bank persero juga ikut mengalami perubahan, di mana saham bank-bank persero tidak lagi sepenuhnya dimiliki pemerintah. Baberapa bank persero tela menjadi bank publik melalui penjualan sebagian sahamnya melalui pasar modal (devestasi) antara lain: Bank BNI, Bank Mandiri, dan Bank BRI, (Dahlan Siamat,2005,54,94). 
Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya:
 Kasmir (2002:23) yang berjudul Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak
Menurut Pasal 1 Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya Lukman Dendawijaya (200:14) yang berjudul Manajemen Perbankan :
Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral
Menurut Pasal 1 Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya Lukman Dendawijaya (200:14) yang berjudul Manajemen Perbankan
Bank adalah badan usaha yang usaha utamanya menciptakan kredit
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.
Menurut Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya Kasmir (2002:23) yang berjudul Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya :
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak 
Menurut Pasal 1 Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya Lukman Dendawijaya (200:14) yang berjudul Manajemen Perbankan :
Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral
Menurut Pasal 1 Undang-undang RI nomor 10 tahun 1998 tentang perbankan dalam bukunya Lukman Dendawijaya (200:14) yang berjudul Manajemen Perbankan
Bank adalah badan usaha yang usaha utamanya menciptakan kredit. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan secara lebih luas lagi bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.

2.2. Kegiatan-kegiatan Bank
Menurut Dahlan siamat (2005,52,) dalam bukunya yang berjudul Manajemen Lembaga Keuangan. Kegiatan usaha bank umum yang diatur dalam UU No. 10 Tahun 1998 tetang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tetang perbankan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis kegiatan sebagai berikut:
1.      Penghimpunan dana.
2.      Penyaluran atau penggunaan dana.
3.      Pemberian jasa-jasa dalam lal lintas pembayaran.

2.3. Jenis-jenis Bank
Perbedaan jenis perbankan dapat dilihat dari segi fungsi bank serta kepemilikan bank. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Sedangkan kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya.
Bank-bank yang beroperasi di Indoniesia saat ini pada dasarnya dikelompokkan ke dalam Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Sedangkan Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral. Namun demekian, sejalan dengan terjadinya perubahan dalam sistem keuagan terutama yang terkait dengan kelembagaan perbankan sebagai dampak dikeluarkanya undang-undang di bidang keuangan dan perbankan. (Dahlan Siamat:2005,47,48) dalam bukunya yang berjudul ”Manajemen Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan Perbankan” bank yang beroperasi di Indonesia dapat debedakan berdasarkan:
1. Jenis bank menurut fungsinya, meliputi :
a.       Bank Sentral;
b.      Bank Umum; dan
c.       Bank Perkreditan Rakyat.
2. Jenis bank menurut Kepemilikan, meliputi :
a.       Bank Persero (Bank Pemerintah);
b.      Bank Umum Swasta Nasional;
c.       Bank Asing;
d.      Bank Pemerintah Daerah;
e.       Bank Campuran.

3. Jenis bank menurut sistem pengenaan bunga, meliputi :
a.       Bank Konvensional;
b.      Bank Syariah.
4. Jenis bank menurut  kegiatannya di bidang devisa, yaitu :
a.       Bank devisa (foreign exchange bank);
b.      Bank non devisa (non foreign exchange bank).
5. Jenis bank menurut Jenis Kantor, meliputi :
a.       Kantor Pusat (Head office);
b.      Kantor Cabang (Branch office);
c.       Kantor Cabang Pembantu (Subbranch office);
d.      Kantor Kas (Cash services offices);
e.       Kantor Perwakilan (Representative office);
f.       Kantor Wilayah (Regional office).

        Adapun penjelasan mengenai teori dari klasifikasi jenis-jenis bank adalah sebagai berikut :
1. Dilihat Dari Segi Fungsinya
a.       Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia yang memegang peranan di dalam pengaturan, pengawasan, dan pembinaan terhadap sektor perbankan.
b.      Bank Umum
Menurut Dahlan Siamat (2005,276). Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara  konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bank umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan baik secara konvensional maupun syariah, serta melayani segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank umum juga dikenal dengan nama bank komersil. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya disini BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Sesuai dengan pendapat di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa pada dasarnya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dalam menyediakan berbagai fasilitas sama halnya dengan bank umum, tetapi kegiatan operasional di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak seluas dibandingkan dengan kegiatan yang ada di bank umum terutama dalam memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2. Dilihat Dari Segi Kepemilikannya
a.       Bank Persero (Bank Pemerintah)
Menurut Dahlan Siamat (2005;54). Bank persero atau juga sering disebut Bank BUMN, pada awalnya masing-masing didirikan dengan undang-undang tersendiri mengenai bidang tugas masing-masing bank. Dalam kegiatan operasionalnya, bank persero tetap tunduk pada undang-undang tentang perbankan.
Bank Persero, atau sering juga disebut bank pemerintah, adalah bank umum yang secara mayoritas sahamnya dimiliki pemerintah. Dari pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa bank persero merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dikuasai oleh pemerintah. Bank-bank yang termasuk ke dalam kelompok bank persero, antara lain :
a.       Bank Negara Indonesia (BNI)
b.      Bank Rakyat Indonesia (BRI)
c.       Bank Tabungan Negara (BTN)

b.      Bank Umum Swasta Nasional
Menurut Dahlan Siamat (2005;55). Bank umum swasta nasional adalah bank yang berbadan hukum Indonesia, yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia. Sesuai dengan pengertian di atas, dapat dijelaskan kembali bahwa bank jenis ini, seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannyapun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional, antara lain :
a.       Bank Muamalat
b.      Bank Central Asia
c.       Bank Danamon
d.      Bank Bumi Putera
e.       Bank Lippo
f.       Bank Niaga
g.      Bank Duta
h.      Bank Nusa Internatsional
i.        Bank Internasional Indonesia
j.        Bank Universal



c.       Bank Asing
Menurut Kasmir (2005;35). Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing. Bank asing merupakan bank milik negara di luar Indonesia yang membuka cabang di Indonesia. Pemberian pelayanan jasa-jasa dalam kegaiatan operasional bank asing pada prinsipnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan bank-bank umum swasta nasional, kecuali dalam hal pembatasan pembukaan kantor di wilayah tertentu di Indonesia. Selain itu, bank asing tidak diperkenankan menerima simpanan dari masyarakat dalam bentuk tabungan.

d.      Bank Pemerintah Daerah
Menurut Dahlan Siamat (2005;54). Bank-bank umum milik pemerintah daerah adalah Bank-bank Pembangunan Daerah yang  pendiriannya didasarkan pada Undang-undang No.13 tahun 1962. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah dengan adanya Undang-undang Nomor 10 tahun 1998, BPD-BDP tersebut harus memilih dan menetapkan badan hukumnya apakah menjadi Perseroan Terbatas, Koperasi, atau Perusahaan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang tersebut di atas.
Pada dasarnya bank umum pemerintah dengan bank pemerintah daerah (BDP) adalah sama, hanya saja yang membedakan keduanya yaitu kepemilikannya, bank umum pemerintah dimiliki oleh pemerintah secara nasional sedangkan bank pemerintah daerah (BPD) dimiliki oleh pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing propinsi.
Adapun contoh bank pemerintah daerah yang ada di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (Bank Jabar)
b.      Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta
c.       Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah

e.       Bank Campuran
Menurut Dahlan Siamat (2005;57). Kegiatan usaha bank campuran pada prinsipnya tidak berbeda dengan apa yang dilakukan oleh bank umum swasta nasional, bank umum persero, atau bank pemerintah. Dari sudut kegiatan penghimpunan dana (funding), sumber dana bank campuran terutama berasal dari simpanan berjangka (time deposits) dan giro (demand deposits). Kegiatan memobilisasi dana melalui tabungan (saving deposits) tidak diperkenankan dilakukan oleh bank campuran. Selanjutnya, kegiatan penyaluran dana terutama dilakukan dengan memberikan pembiayaan usaha perdagangan internasional (international financing) dan kredit bagi sektor-sektor industri dan produksi.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya aktivitas bank campuran tidak berbeda dengan jenis bank-bank lainnya. Kegiatan operasional bank campuran meliputi kegiatan yang terjadi di bank-bank lain yaitu menghimpun dana kemudian menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan usaha perdagangan internasional dan kredit. Perbedaannya terletak pada kegiatan menghinpun dana, bank campuran tidak diperkenankan untuk menghimpun dana dalam bentuk tabungan. Contoh bank campuran diantaranya adalah sebagai berikut :
a.       PT. ANZ Bank
b.      PT. Bank Commonwealth
c.       PT. Bank Finconesia
d.      PT. ING Indonesia Bank

2.4. Laporan Keuangan
2.4.1. Pengertian Laporan Keuangan
Salah satu aspek enting dalam pencapaian good corporate governance (tata kelola perusahaan yang baik) dalam perbankan Indonesia adalah transparansi kondisi keuangan Bank kepada publik. Adanya transparansi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga perbankan nasional. Selain itu, dalam menciptakan disiplin pasar (market discipline) perlu diupayakan peningkatan transparansi kondisi keuangan dan kinerja bank untuk memudahakan penilaian oleh pelaku pasar melalui publikasi laporan kepada masyarakat luas. Di sisi lain, peningkatan transpransi kondisi keuanga bank juga akan mengurangi informasi yang asimetris (asymmetric information) sehingga para pelaku pasar dapat memberikan penilaina yang wajar dan dapat mendorong terciptanya disiplin pasar (market discipline).
Ketentuan mengenai laporan keuangan konsolidasi bank. Perusahaan Induk di Bidang keuangan dan perusahaan induk bank juga dilakukan sebagai bagian dari pemantuan Bank Indonesia terhadap kondisi bank secara konsolidasi dan sebagai langkah awal menuju pelaksanaan pengawasan bank secara konsilidasi (consolidated supervision). Bagi bank yang memiliki Anak perusahaan dan tergabung dalam suatu kelompok usaha, peningkatan transpransi kondisi keuangan bank juga mencaup kondisi keuanagan dari kelompok usaha bank secara konsolidasi. Hal ini dilakukan mengingat adanya keterkaitan risiko dari kelompok usaha yang dapat berpengaruh terhadap kondisi keuangan Bank dan sejalan dengan amanat Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 tahun 2004 (Dahlan Siamat,2005,367).
Laporan keuangan pada daasarnya merupakan hasil refleksi dari sekian banyak transaksi yang terjadi dalam perusahaan. Transaksi dan peristiwa yang bersifat finansial dicatat, digolongkan, dan diringkaskan dengan cara setepat-tepatnya dalam satuan uang, dan kemudian diadakan penafsiran untuk berbagai tujuan. Berbagai tindakan tersebut tidak lain adalah proses akuntansi yang pada hakikatnya merupakan seni pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan peristiwa, yang setidak-tidaknya sebagian bersifat finansial, dalam cara yang tepat dan dalam bentuk rupiah, dan penafsiran akan hasil-hasilnya.
Laporan keuangan merupakan hasil tindakan pembuatan ringkasan data keuangan perusahaan. Laporan keuangan ini disusun dan ditafsirkan untuk kepentingan manajemen dan pihak lain yang menaruh perhatian atau mempunyai kepentingan dengan data keuangan perusahaan.
Laporan keuangan yang disusun guna memberikan informasi kepada berbagai pihak terdiri atas Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Bagian Laba yang Ditahan atau Laporan Modal Sendiri, dan Laporan Perubahan Posisi Keuangan atau Laporan Sumber dan Penggunaan Dana (Jumingan, 2005,4).
Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang releven, serta dilakukan dengan prosedur akuntansi dan penilaian yang benar, akan terlihat kondisi keuangan perusahaan yang sesungguhnya. Kondisi keuangan yang dimaksud adalah diketahui berapa jumlah harta (kekayaan), kewajiban (uang) serta modal (ekuitas) dalam neraca yang dimiliki. Kemudian, juga akan diketahui jumlah pendapatan yang diterima dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Dengan demekian, dapat diketahui bagaimana hasil usaha (laba atau rugi) yang diperoleh selama periode tertentu dari laporan laba rugi yang disajika.
Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami di mengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen, tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengatahui posisi keuangan perusahaan saat ini. Dengan mengatahui posisi keuanagan, setelah melakukan analisis laporan keuangan secara mendalam, akan terlihat apakah perusahaan dapat mencapai target yang direncanakan sebelumnya atau tidak.
Hasil analisis laporan keuagan juga akan memberikan informasi tentang kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Dengan mengatahui kelemahan ini, manajemen akan dapat memperbaiki atau menutupi kelemahan tersebut. Kemudiana, kekuatan yang dimiliki perusahaan harus dipertahankan atau bahkan ditingkatkan. Kekuatan ini dapat dijadikan modal selanjutnya ke depan. Dengan adanya kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, akan tergambar kinerja manajemen selama ini (Dr. Kasmir,2005,66).

2.4.2. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan
Menurut Dahlan Siamat (2005,368,369,370,371). Dalam rangka peningkatan transaksi kondisi keuangan, berdasarkan peraturan Bank Indonesia Nomor:3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001, bank wajib menyusun dan menyjikan laporan keuangan dengan bentuk dan cakupan yang terdiri dari:
a.       Laporan Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan:
b.      Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan:
c.       Laporan Keuangan Publikasi Bulanan: dan
d.      Laporan Keuangan Konsolidasi.
1. Laporan Tahunan Bank Umum
Laporan Tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu bank dalam karun waktu tahun. Laporan tahunan sekurang-kurangnya mencakup:

a.       Informasi umum yang meliputi:
·         Kepengurusan:
·         Kepemilikan:
·         Perkembangan usaha bank dan kelompok usaha bank:
·         Strategi dan kebijakan manajemen:
·         Laporan manajemen.
b.      Laporan Keuangan Tahunan Bank yaitu laporan keuangan akhir tahun bank yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan wajib diaudit oleh Akuntansi Publik. Laporan Keuangan Tahunan meliputi Laporan Keuangan Individu Bank dan Laporan Keuangan Konsolidasi yang terdiri dari:
·         Neraca:
·         Laporan Perubahan Ekuitas:
·         Laporan Arus Kas: dan
·         Catatan atas Laporan Keuangan.
c.       Laporan Keuangan Perusahaan Induk di bidang keuangan. Perusahaan Induk di Bidang Keuangan (financial holding company) adalah badan hukumyang dibentuk oleh perusahaan induk untuk mengkonsolidasikan seluruh aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang bergerak di bidang keuangan antara lain parbankan, asuransi, sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek dan lembaga kliring penyelesaian dan penjaminan.
2. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan
Laporan Keuanagan Publikasi Triwulanan adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku dan dipublikasikan setiap triwulan. Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan disusun antara lain untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja atau hasil usaha bank, serta informasi keuangan lainya kepada berbagai pihak yang berkepentigan dengan perkembangan usaha bank. Agar laporan keuangan bank dapat diperbandingkan, perlu ditetapkan bentuk dan cakupan penyajian yang didasarkan pada Pernyataan Standar Akunansi Keuangan (PSAK) yang releven untuk indstri perbankan, Pedoman Akunansi Perbankan Indonesia (PAPI), serta ketentuan dan  pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

3. Cakupan Laporan
            Laporan Keuangan Publikasi secara triwulanan disajikan dalam mata uang rupiah dalam bentuk perbandingan dengan laporan pada perioade yang sama tahun sebelumnya. Laporan yang wajib disajikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan sekurang-kurangnya meliputi:
a.       Neraca:
b.      Perhitungan Laba Rugi dan Saldo Laba:
c.       Daftar Komitmen dan Kontinjensi:
d.      Transaksi Valuta Asing dan Derivatif:
e.       Kualitas Aktiva Produktif dan Informasi Lainya:
f.       Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum:
g.      Perhitungan Rasio.

4. Laporan Keuangan Konsolidasi
Bank yang merupakan bagian dari suatu kelompok usaha dan atau memiliki Anak Perusahaan, wajib menyusun laporan keuangan konsolidasi berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku serta menyampaikan laporan sebagaimana diatur dalam peraturan Bank Indonesia ini.
Bank Indonesia dapat menetapkan tambahan cakupa perusahaan yang laporan keuangananya wajib dikonsolidasikan dengan keuangana laporan keuangan bank. Pernyataan bank mengakibatkan timbulnya pengendalian namun hanya bersifat sementara, dapat dikecualikan dari penyusunan laporan keuangan konsolidasi.

2.4.3. Tujuan Laporan Keuangan
Hampir setiap perusahaan menyusun laporan keuangan dengan tipe tertentu, bentuk an kerumitan laporan itu bervariasi menurut kebutuhan penyusunan dan pemakainya. Pemilik perusahaan kecil mugkin akan dengan mudah menyusun daftar permintaan dan pengeluaran kas perusahaan dan menyusun surat pemberitahuan pajak penghasilan. Di lain pihak, staf akuntansi suatu perusahaan besar akan memerluka aktu lama dalam menyusun laporan keuangan perusahaan yang sedemikian rumit. Bagaimana bentuknya, laporan keuangan menyediaka informasi mengenai perusahaan dan operarasinya kepada para pemakai yang berkepentingan mengenai berbagai masalah seperti penjualan, laba bersih perusahaan, dan tren (perkembangan) pos-pos tertentu, jumlah modal kerja dan perubahanya, hubungan laba terhadap penjualan dan laba terhadap investasi. Pengidentifikasi hubungan-hubungan ini memerlukan analisis data yang dilaporkan pada perhitungan rugi laba, neraca, dan laporan arus kas. Manajemen internal juga berkepentingan dengan penganalisisan laporan keuangan serba guna, tetapi memerlukan informasi tambahan khusus dalam penetapan kebijakan dan pengambiln keputusan, Jay M. Smith,  dan Fred Skousen, (2009,588,589)
Menurut Kasmir (2005,10) seperti diketahui bahwa setiap laporan keuangan yang dibuat sudah pasti memiliki tujuan tertentu. Dalam parakteknya terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai, terutama bagi pemilik usaha dan manajemen perusahaan. Di samping itu, tujuan laporan keuangan disusun guna memenuhi kepentingan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan.

2.4.4. Sifat Laporan Keuangan
Menurut Kasmir, (2005,11,12). Pencatatan yang dilakukan dalam penyusunan laporan keuangan harus dilakukan dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Demikian pula, dalam hal penyusunan laporan keuangan didasarkan kepada sifat laporan keuangan it sendiri. Dalam parakteknya sifat laporan keuangan dibuat:
1.      Bersifat historis: dan
2.      Menyeluruh.
Bersifat historis artinya bahwa laporan keuangan dibuat dan disusun dari data masa lalu atau masa yang sudah lewat dari masa sekarang. Misalnya laporan keuangan disusun berdasarkan data satu atau dua atau beberapa tahun ke belakang (tahun atau periode sebelumnya).
Kemudian, bersifat menyeluruh maksudnya laporan keuangan dibat selengkap mungkin. Artinya laporan keuangan disusun dengan standar yang telah ditetapkan. Pembuatan atau penyususnsn yang hanya sebagian-sebagian (tidak lengkap) tidak akan memberikan informasi yang lengkap tentang keuangan suatu perusahaan.
1.  Fakta-fakta yang telah dicatat (recorder fact)
Laporan keuangan dibuat berdasarkan fakta dari catatan akuntansi, pencatatan dari pos-pos ini merupakan catatan historis dari peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau dan jumlah uang yang tercatat dinyatakan dalam harga pada waktu terjadinya peristiwa tersebut. Dengan sifat yang demikian maka laporan keuangan tidak dapat mencerminkan posisi keuangan dari suatu perusahaan dalam kondisi perekonomian paling akhir.
2.  Prinsip dan kebiasaan di dalam akuntansi
Data yang dicatat didasarkan pada prosedur maupun anggapan-anggapan tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim, di dalam akuntansi juga digunakan prinsip atau anggapan-anggapan yang melengkapi konvensi-konvensi atau kebiasaan yang digunakan antara lain :
Bahwa perusahaan akan tetap berjalan sebagai suatu yang going concern atau kontinuitas usaha konsep ini menganggap bahwa perusahaan akan berjalan terus, konsekwensinya bahwa jumlah-jumlah yang tercantum dalam laporan bukanlah nilai realisasi jika aktiva tersebut dijual.
3.         Pendapat pribadi
dimaksudkan bahwa walaupun pencatatan akuntansi telah diatur oleh dalil-dalil dasar yang telah ditetapkan yang sudah menjadi standar praktek pembukuan, namun penggunaan tersebut tergantung oleh akuntan atau pihak management perusahaan yang bersangkutan misalnya dalam menentukan nilai persediaan itu tergantung pendapat pribadi management serta berdasar pengalaman masa lalu.

2.4.5. Keterbatasan Laporan Keuangan
Menurut Kasmir (2005,15) bahwa laporan keuangan yang telah disusun sedemikian rupa terlihat sempurna dan menyakinkan. Di balik itu semua sebenarnya ada beberapa ketidaktepatan terutama dalam jumlah yang telah disusun akibat berbagai faktor. Sebagai contoh banyaknya pendapat pribadi yang masuk, atau penilaian berdasarkan nilai historis. Masalah seperti ini disebut sebagai keterbatasan dalam menyusun laporan keuangan. Namun, semua in tidak akan memengaruhi laporan keuangan secara langsung dan juga tidak akan menghambat dalam menyusun laporan keuangan.
Menurut Munawir, dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” (2007; 9), diantaranya :
1.      Laporan keuangan yang dibuat secara periodik pada dasarnya merupakan interim report (laporan yang dibuat antara waktu tertentu yang sifatnya sementara) bukan laporan yang final. Laporan keuangan tidak menjunjukkan nilai likwidasi atau realisasi dimana dalam pembuatannya terdapat pendapat-pendapat pribadi yang telah dilakukan oleh akuntan atau management yang  bersangkutan.
2.      Laporan keuangan menunjukkan angka dalam rupiah yang kelihatan bersifat pasti dan tepat. Angka yang tercantum dalam laporan keuangan hanya merupakan nilai buku (book value) yang  belum tentu sama dengan harga pasar sekarang maupun nilai gantinya.
3.      Laporan keuangan disusun berdasarkan hasil pencatatan transaksi keuangan atau nilai rupiah dari berbagai waktu atau tanggal yang lalu, dimana daya beli (purchasing power) uang tersebut semakin menurun, dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya, sehingga kenaikan volume penjualan yang dinyatakan dalam rupiah belum tentu menunjukkan atau mencerminkan unit yang dijual semakin besar.
4.      Laporan keuangan tidak dapat mencerminkan berbagai faktor yang dapat mempengaruhi posisi atau keadaan keuangan perusahaan karena faktor-faktor tersebut tidak dapat dinyatakan dengan satuan uang (dikwantifisir).

2.4.6. Syarat Laporan Keuangan
Syarat laporan keuangan laporan yang baik harus memenuhi kriterua sebagai berikut :
1.      Relevan artinya bahwa informasi yang dijadikan harus ada hubungan dengan pihak-pihak yang memerlukan untuk mengambil keputusan.
2.      Dapat dimengerti artinya bahwa laporan keuangan yang disusun berdasarkan secara jelas dan mudah difahami oleh para pemakainya.
3.      Daya uji artinya bahwa laporan keuangan yang disusun berdasarkan konsep-konsep dasar akuntansidan prinsip-prinsip akuntansi yang dianut, sehingga dapat diuji kebenarannya oleh pihak lain.
4.      Netral artinya bahwa laporan keuangan yang disajikan bersifat umum, objektif dan tidak memihak pada kepentingan pemakai tertentu.
5.      Tepat waktu artinya bahwa laporan keuangan harus di sajikan tepat pada waktunya .
6.      Daya banding artinya bahwa perbandingan laporan keuangan dapat diadakan baik antara laporan perusahaan dalam tahun tertentu dengan tahun sebelumnya atau laporan keuangan perusahaan tertentu dengan perusahaan lain pada tahun yang sama.
7.      Lengkap artinya bahwa laporan keuangan yang disusun harus memenuhi syarat-syarat tersebut diatas dan tidak menyesatkan pembaca.

2.5. Analisis Laporan Keuangan
2.5.1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan meliputi penelaahan tentang hubungan dan kecendrungan atau tren untuk mengatahui apakah keadaan keuangan, hasil, usaha, dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan. Analisis dilakukan dengan mengukur hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan dan bagaimana perubahan keuangan itu dari tahun untuk mengatahui arah perkembangnya. Data keuangan perlu disusun dan disederhanaka kemudian dianalisisdan ditafsirkan sehingga dapa memberikan informasi yang berarti bagi pihak-pihak yang menaruh perhatian arah perkembanganya. (Jumingan,2005,42)
Menurut Munawir (2010;35), analisis laporan keuangan adalah analisis laporan keuangan yang terdiri dari penelaahan atau mempelajari daripada hubungan dan tendensi atau kecenderungan (trend) untuk menentukan posisi keuangan dan hasil operasi serta perkembangan perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Harahap (2009:190), analisis laporan keuangan berarti menguraikan akun-akun laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2001:37), analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan perhitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinannya di masa depan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan proses untuk mempelajari data-data keuangan agar dapat dipahami dengan mudah untuk mengetahui posisi keuangan, hasil operasi dan perkembangan suatu perusahaan dengan cara mempelajari hubungan data keuangan serta kecenderungannya terdapat dalam suatu laporan keuangan, sehingga analisis laporan keuangan dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan juga dalam melakukan analisisnya tidak akan lepas dari peranan rasio-rasio laporan keuangan, dengan melakukan analisis terhadap rasio-rasio keuangan akan dapat menentukan suatu keputusan yang akan diambil.
Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan perhitungan yang sangat penting dalam perusahaan dan kemungkinan dimasa depan untuk dijadikan dasar perhitungan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Untuk mengenalisis dan menilai posisi keuangan dan potensi atau kemajuan-kemajuan perusahaan, faktor yang paling utama untuk mendapatkan perhatian oleh penganalisisa adalah:

1.            Perinsip Likuidita
Penilaian ini didasarkan untuk mengetahui kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Pengukuran likuiditas adalah pengukuan yang sifatnya dilematis, karena di satu sisi usaha bank yang utama adalah memasarkan dan atau memutar uang para nasabahnya untuk mendapatkan keuntungan. Artinya bisnis perbankan harus memaksimalkan pemasaran uangnya dan sekecil mungkin mencegah uang nganggur (idlle money). Di sisi lain, untuk dapat memenuhi kewajibannya terhadap para deposan dan debitur yang sewaktu-waktu menarik dananya dari bank, bank dituntut selalu dalam posisi siap membayar, yang artinya bank harus mempunyai cadangan uang yang cukup.
Semakin tinggi tingkat likuditas berarti semakin banyak uang yang menganggur, semakin banyak uang yang menganggur berarti pemasaran uang tidak maksimal dan akhirnya bank tidak bisa memaksimalkan keuntungannya. Secara umum penetapan rasio likuditas yang baik adalah kurang dari 100% dengan kata lain harta lancar adalah sama dengan atau lebih dari utang lancarnya. Manfaat pengukuran likuditas bagi bank adalah mempertinggi kepercayaan masyarakat dan pemerintah.

2.            Prinsip Solvabilitas
Untuk menjalankan operasinya setiap perusahaan memiliki berbagai kebutuhan, terutama yang berkaitan dengan dana agar perusahaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dana selalu dibutuhkan untuk menutupi seluruh atau sebagaian dari biaya yang diperlukan, baik dana dari jangka pendek maupun jangka panjang. Dana juga dibutuhkan untuk melakukan ekspansi atau perluasan usaha atau investasi baru. Artinya di dalam perusahaan harus selalu tersedia dana dalam jumlah tertentu sehingga tersedia pada saat dibutuhkan. Dalam hal ini, tugas menajer keuanganlah yang bertugas memenuhi kebutuhan tersebut.
Dalam parakteknya untuk menutupi kekurangan akan kebutuhan dana, perusahaan memiliki beberapa pilihan sumber dana yang dapat digunakan. Pemilihan sumber dana ini tergantung dari tujuan, syarat-syarat, keuntungan, dan kemampuan perusahaan tentunya. Sumber-sumber dana secara garis besar dapat diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga keuangan lainya). Perusahaan dapat memilih dana dari salah satu sumber tersebut atau kombinasi dari keduanya.
Setiap sumber dana memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Misalnya penggunaan modal sendiri memiliki kelebihan, yaitu mudah diperoleh, (persyaratan ringan) beban pengambilan yang relatif lama. Di saming itu, dengan menggunakan modal sendiri, tidak ada beban untuk membayar angsuran termasuk bunga dan biaya lainya. Sebaliknya, kekurangan penggunaan modal sendiri sebagai sumber dana adalah jumlahnya yang relatif terbatas, terutama pada saat membutuhkan dana yang relatif besar, (Kasmir,2005,150)
3.         Perinsip Rentabilitas
Menurut Alex S. Nitisemito (1999,78) dalam bukunya ”Pembelanjaan Perusahaan” menyatakan bahwa rentabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan modal yang digunakan dan dinyatakan dengan persen.
Menurut Erwan Dukat (1999,3) dalam bukunya ”Alat-alat Analisa Laporan Keuangan” menganggap bahwa rentabilitas adalah tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan dalam mempertahankan kebijaksanaan deviden yang menguntungkan dan mampu menunjukkan kenaikan modal yang stabil dalam waktu bersamaan.
Menurut D. Hartanto (1998,265) dalam bukunya ”Akuntansi Untuk Usahawan” bahwa rentabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba.
Menurut bambang Riyanto (1999,27) Bahwa rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal yang menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
Dari sekian pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rentabilitas dapat juga disebut dengan profitabilitas yang artinya, prestasi yang dicapai oleh perusahaan dan dinyatakan dalam persentase, setelah dibandingkan antara hasil yang dicapai dengan modal yang digunakan. Semakin besar presentasinya maka semakin tinggi persentase keuangan perusahaan tersebut, demikian sebaliknya.

2.6. Metode Dan Teknik Analisis Laporan Keuangan
Menurut (Jumingan,2005,43,44). Ada beberap teknik laporan keuangan yang dapat dibuat. Metode dan teknik analisis laporan keuangn di antaranya:
1.            Analisis perbandingan neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba yang ditahan dengan menunjukkan:
a.       Data absolut (jumlah dalam rupiah);
b.      Kenaikan dan penurunan dalam jumlah rupiah;
c.       Kenaikan dan penurunan dalam persen;
d.      Perbandingan yang dinyatakan dalam rasio;
e.       Persentase dari total.
2.            Analisis perubahan modal kerja.
3.            Analisis tren dari rasio unsur-unsur neracadan data operasi yang ada kaitanya.
4.            Analisis peresentase per komponen dari neraca dan laporan laba rugi.
5.            Analisis rasio yang memperlihatkan hubungan beberapa unsur neraca.
6.            Analisis perbandingan dengan rasio industri.
7.            Analisis perubahan pendapat neto atau analisis perubahan laba bruto.
8.            Analisis titik impas atau analisis break-even poit.
Pada dasarnya ada beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan, yakni analisis internal, analisis eksternal, analisis horizontal, dan analisis vertikal.
Analisis internal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang bisa mendaatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu perubahan. Analisis demikian terutama dilakukan oleh manajemen dalam mengukur efisiensi usaha dan menjelaskan perbahan yang terjadi dalam kondisi keuangan. Bagi seseorang penganalisis intern, selain laporan-laporan keuangan yang diumumkan pada khalayak ramai, juga tersedia laporan-laporan intern yang biasa tidak diumumkan hanya dipakai untuk maksud-maksud intern.
Analisis ekstenal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang tidak bisa mendapatkan data yang terperinci mengenai suatu perusahaan. Analisis demikian dilakukan oleh bank, para kreditur, pemegang saham, calon pemegang saham, dan lain-lain seperti hal mengukur tingkat likuiditas dan profitabilitas. Bagi seorang penganalisis ekstern hanya tersedia laporan keuangan yang lazimnya diumumkan pada khalayak ramai, yaitu neraca dan laporan laba rugi. Karena terbatasnya data yang didapatkan oleh penganalisis ekstern, analisis tersebut tentu tidak bisa sedemikian mendalam seperti yang dilakukan oleh seorang penganalisis intern.
Analisis horizontal atau disebut juga analisis dinamis adalah analisis perkembangan data keuangan dan data operasi perusahaan dari tahun ke tahun guna mengatahui kekuatan atau kelemahan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Analisis vertikal atau disebut juga analisis statis adalah analisis laporan keuangan yang terbatas hanya pada satu periode akuntansi saja, misalnya berupa analisis rasio.

2.7. Kinerja Keuangan
2.7.1. Pengertian Kinerja Keuangan
Menurut Harmono (2009,23) kinerja keuangan perusahaan umumnya diukur berdasarkan penghasilan bersih (laba) atau sebagai dasar bagi ukuran yang lain eperti imbalan investasi (return on investment) atau penghasilan per saham (earning per shame). Unsur yang berkaitan langsung dengan pengukuran penghasilan bersih (laba) adalah penghasilan dan beban. Pengakuan dan penghasilan dan beban, dan karenanya juga penghasilan bersih (laba), tergantung sebagaian pada konsep modal pemeliharaan modal yang digunakan perusahaan dalam penyusunan laporan keuangan.
Menurut Munawir (2010:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Menurut Munawir (2010:67), selain membandingkan rasio keuangan dengan standar rasio, kinerja keuangan juga dapat dinilai dengan membandingkan rasio keuangan tahun yang dinilai dengan rasio keuangan pada tahun-tahun sebelumnya. Dengan membandingkan rasio keuangan pada beberapa tahun penilaian dapat dilihat bagaimana kemajuan ataupun kemunduran kinerja keuangan sesuai dengan kegunaan masing-masing rasio tersebut.
Menurut Munawir (2010:31), pengukuran kinerja keuangan perusahaan mempunyai beberapa tujuan diantaranya :
1.      Untuk mengetahui tingkat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi pada saat ditagih.
2.      Untuk mengetahui tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
3.     Untuk mengetahui tingkat profitabilitas dan rentabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu yang dibandingkan dengan penggunaan aset atau ekuitas secara produktif.
4.      Untuk mengetahui tingkat aktivitas usaha, yaitu kemampuan perusahaan dalam menjalankan dan mempertahankan usahanya agar tetap stabil, yang diukur dari kemampuan perusahaan dalam membayar pokok utang dan beban bunga tepat waktu, serta pembayaran dividen secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami kesulitan atau krisis keuangan.
2.7.2. Penilaian Kinerja Keuangan
            Penilaian kinerja keuangan harus dilakukan secara sistematis, mandiri, obyektif dengan berorentasi ke masa depan, atas kebijakan manajemen dalam mengelola sumber daya dan sumber dana yang dipercayakan kepadanya dalam meningkatkan profitabilitas maupun pencapaian tujuan lainya (Mahmudin,2011).

2.8. Tingkat Kesehata Bank
2.8.1. Penilaian Kesehatan Bank
            Berdasarkan Peraturan Gubenur Bank Indonesia Nomor 6/10/2004 Tahun 2004mengenai tingkat kesehatan perbankan adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui penilaian kuantitatif dan atau penlaian kualitatif  terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabiitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penialaian kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank.bsedangkan penilaian kualitatif berkaitan dengan penilaian terhadap fakor-faktor yang mendukung penilaian kuantitatif, penerapan manajemen risiko, dan kepatuhan bank.
            Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) bank, masyarakat pengguna jasa bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan bank, dan pihak lainya. Informasi mengenai kondisi suatu bank dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan menajemen risiko.
            Perkembangan industry perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi bank. Perubahan ekposur risiko bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi bank secara keseluruhan. Perkembangan metodologi penilaian kondisi bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan bank perlu di-review secara periodic untuk menyesuaikan kondisi terkini. Tujuanya adalah agar lebih mencerminkan kondisi bank saat ini dan diwaktu yang akan dating. Dalam konteks inilah Bank Indonesia senantiasa melakukan perbaikan kembali terhadap sistem penilaian tingkata kesehatan yang meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian kualitatif dan kuantitatif dan penambahan faktor penilaian. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi bank terebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang. Sedangkan Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan bank, (Dahlan Siamat,2005,208,209).

2.9. Rasio CAMELS
Rasio CAMELS adalah menggambarkan suatu hubungan atau perbandingan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. dengan analisis rasio dapat diperoleh gambaran baik buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank. Manfaat Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kebangkrutan Machfoedz (1994) menguji manfaat rasio keuangan dalam memprediksi laba perusahaan dimasa yang akan datang. Rasio keuangan yang digunakan adalah cash flows/current liabilities, net worth and total liabilities/fixed assets, gross profit/sales, operating income/sales, net income/sales, quick assets/inventory, operating income/total liabilities,net worth/sales, current liabilities/net worth, dan net worth/total liabilities. Ditemukan bahwa rasio keuangan yang digunakan dalam model bermanfaat untuk memprediksi laba satu tahun ke muka, namun tidak bermanfaat untuk memprediksi lebih dari satu tahun.

2.9.1. Faktor Penilaian
Menurut (Dahlan Simat,2005,209,). Bank Indonesia dalam melakukan penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan faktor-faktor yang disebut dengan CAMELS, sebagai berikut:
a.       Permodalan (capital):
b.      Kualitas aset (assets quality):
c.       Manajemen (management):
d.      Rentabilitas (earning):
e.       Likuiditas (liquidity):
f.       Sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk).
     
1.      Permodalan (Capital)
Menurut (Dahlan Siamat,2005,209,210). Penilaian pendekatan kuantitatif  dan kualitatif factor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen sebagai berikut:
a.       Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku atau Capital Adequacy Ratio (CAR) dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:




 




b.      Trend ke depan
Proyeksi KPMM
Trend rasio KPMM dan atau persentase pertumbuhan modal dibandingkan dengan persentase pertumbuhan ATMR.
c.      
Aktiva Produktif Yang Diklasifikasikan (APYD)
Modal Bank
 




APYD adalah aktiva produktif, baik yang sudah maupun yang mengandung potensi tidak memberikan penghasilan atau menimbulkan kerugian. Besarnya ditetapkan sebagai berikut:
1)      25% dari Aktiva Produktif :  digolongkan Dalam Perhatian Khusus (special mention):
2)      50% dari Aktiva Produktif : digolongkan Kurang Lancar (Substandard):
3)      75% dari Aktiva Produktif : digolongkan Diragukan (Doufiful):
4)      100% aktiva produktif : digolongkan macet (Loss): 
d.      Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan), menggunakan indikator pendukung seperti:
Dividen yang Dibagi
Laba Setelah Pajak
 
·         Dividend Pay Out Ratio =

Laba Ditahan
Modal Rata-rata
 
·         Retention Rate = 

e.      
Laba Setelah Pajak
Jumlah saham
Akses kepada sumber permodalan. Indicator pendukung yang digunakan antara lain adalah:
·         Earning Per Share =

Harga Saham
EPS
 
·         Price Earning Ratio (PER) =

·         Profitabilitas : Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE)
·         Peringkat bank atau surat utang dari lembaga pemeringkat (apabila ada) misalnya dari pefindo, standard dan poor’s. Moody’s dan fich.
·         Performance of subscribtion level: Over subscribed atau undersubscribed.

Menurut (Masyhud Ali, 2004). CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Sesuai dengan SE BI No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993 besarnya CAR yang harus dicapai oleh suatu bank minimal 8% sejak akhir tahun 1995, dan sejak akhir tahun 1997 CAR yang harus dicapai minimal 9%.
Tetapi karena kondisi perbankan nasional sejak akhir 1997 terpuruk yang ditandai dengan banyaknya bank yang dilikuidasi, maka sejak Oktober tahun 1998 besarnya CAR diklasifikasikan dalam 3 kelompok. Klasifikasi bank sejak 1998 dikelompokkan dalam: (1) Bank sehat dengan klasifikasi A, jika memiliki CAR lebih dari 4%, (2) Bank take over atau dalam penyehatan oleh BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan klasifikasi B, jika bank tersebut memiliki CAR antara –25% sampai dengan < dari 4%, (3) Bank Beku Operasi (BBO) dengan klasifikasi C, jika memiliki CAR kurang dari –25%. Bank dengan klasifikasi C inilah yang di likuidasi.    
Menurut (Masyhud Ali, 2004). Modal sendiri adalah total modal yang berasal dari perusahaan (bank) yang terdiri dari modal disetor, laba tak dibagi dan cadangan yang dibentuk bank. Sedangkan perhitungan besaran Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) dilakukan dengan menghitung jumlah nilai aktiva tertimbang dimana sebagai faktor penimbang digunakan perkiraan besarnya risiko yang melekat pada masing- masing unsur aktiva bank tersebut. Dengan demikian, diharapkan bahwa besarnya ATMR dapat dianggap mewakili besarnya resiko yang dihadapi bank tersebut. Besarnya ATMR diperoleh dengan menjumlahkan aktiva neraca dan aktiva administratif. Aktiva neraca diperoleh dengan cara mengalihkan nilai nominal aktiva dengan bobot resiko. Aktiva administratif diperoleh dengan cara mengalihkan nilai nominalnya dengan bobot resiko aktiva administratif. Semakin likuid, aktiva resikonya nol dan semakin tidak likuid bobot resikonya 100, sehingga resiko berkisar antara 0 - 100%.
Menurut (Harmono,2009,116). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, ban dinyatakan sehat harus memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%. Hal ini didasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlement (BIS). Nilai kredit dihitung sebagai berikut: untuk CAR = 0% atau negative, nilai kredit = 0, untuk setiap kenaikan 0,1% nilai kredit ditambah 1 dengan nilai maksimum 100. Bobot CAMELS untuk rasio kecukupan modal (CAR) adalah 25%. Rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio kecukupan modal adalah:

                                                                                                                                   



2.      Kualitas Aset (Asset Quality)
Menurut (Dahlan Siamat,2005,210. dan Harmono,2009,117). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas aset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen aset. Indicator pendukung yang digunakan antara lain sebagai berikut:
a.      Bad Debt Ratio (BDR)
Besarnya nilai bad debt ratio suatu bank dapat dihitung denan rumus:
 




Aktiva produktif meliputi beberapa hal berikut:
1)      Kredit yang diberikan bank dan telah dicairkan.
2)      Surat-surat berharga (baik surat berharga pasar uang maupun surat berharga modal).
3)      Penyertaan saham.
4)      Tagihan pada bank lain.
Nilai kredit rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan dihitung sebagai berikut:
1)      Untuk BDR = 15,5% atau lebih nilai kredit = 0.
2)      Untuk setiap penurunan 0,15% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Bobot CAMELS untuk bad debt ratio adalah 25%. Rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio KAP (1) adalah:

 



b.      Cadangan Aktiva yang Diklasifikasikan
Menurut (Harmono,2009,118). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia dalam surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998, setiap bank umum wajib membentuk cadangan khusus yang ditujukan guna menampung kemungkinan kerugian yang terjadi akibat penurunan kualitas aktiva produktif. Rumus yang digunakan:
 




  Nilai kredit rasio penyesihan (cadangan) penghapusan aktiv aproduktif yang dikalsifikasikan dihitung sebagai berikut:
1)      Untuk rasio = 0 (tidak memiliki cadangan/penyesihan), nilai kredit = 0
2)      Untuk setiap kenaikan sebesar 1%, nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
Bobot CAMELS untuk penyesihan (cadangan) bagi APYD (Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan) adalah 5%. Rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio KAP (2) adalah:
 





3.     Manajemen (Management)
Menurut (Dahlan Siamat,2005,211,212). Penilaia terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen manajemen menggunakan indikator pendukung.
Aspek management meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1)      Manajemen umum
Faktor manajemen umum meliputi beberapa faktor, yaitu:
a)      Manajemen strategi
b)      Manajemen struktur
c)      Manajemen sistem
2)      Penerapan Sistem Manajemen Risiko
Penerapan Sistem Manajemen Risiko dinilai berdasarkan 4 (empat) cakupan, yaitu:
a)      Pengawasan aktif dewan Komisaris dan Direksi.
b)      Kecakupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit.
c)      Kecakupan proses identifikasi, pengukuran, pemantuan dan pengendalian risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko.
d)        Sistem pengendalian intern
3)      Kepatuhan bank terhadap ketentuan yang berlaku antara lain meliputi:
a)      Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
b)      Posisi Devisa Neto (PDN) atau Net Open Position (NOP).
c)      Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer/KYC Principles).
d)     Kepatuhan bank terhadap komitmen dan ketentuan lainya antara lain: ketentuan kualitas aktiva produktif. Penyesihan penghapusan aktiva produktif, dan restrukturisasi kredit serta komitmen bank yang tercantum action plan, rencana bisnis dan lain-lain.
Skala penilaian untuk setiap pertanyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai dengan 4 dengan kriteria sebagai berikut:
1)      Nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah
2)      Nilai 1, 2, 3 mencerminkan kondisi antara
3)      Nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik
Selanjutnya hasil penjumlahan nilai yang diperoleh dari penilaian tersebut akan didapat nilai kredit. Nilai kredit ini dikalikan dengan bobot faktor manajemen yang telah ditentukan sebesar 20% sehingga didapat angka nilai kredit faktor manajemen.







Bank Indonesia telah menyusun pertanyaan untuk menilai kemampuan manajemen yang terdiri dari:
Tabel 2.1
Penilaian Kemampuan Manajemen
Penilaian Kemampuan Manajemen Aspek Manajemen yang Dinilai
Bobot CAMELS
Manajemen permodalan
Manajemen aktiva
Manajemen umum
Manajemen rentabilitas
Manajemen likuiditas
Total bobot CAMELS :
2,5%
5,0%
12,5%
2,5%
2,5%
25,0%
Sumber : Manajemen Perbankan (2009 : 146).
Menurut (Komang Darmawan, 2004). Penggunaan Non Performing Loan (NPL) Merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menyanggah risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit (Masyhud Ali, 2004). Besarnya NPL dihitung sebagai berikut :
 



Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu pengukuran dari rasio resiko usaha bank yang menunjukkan besarnya resiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank. Afanasief et al., (2004) dalam penelitiannya menguji pengaruh NPL terhadap NIM dimana hasil penelitiannya menunjukkan hasil yang signifikan dan berpengaruh terhadap NIM artinya besarnya resiko kredit bank mempengaruhi NIM sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang menguji pengaruh NPL terhadap NIM.

4.      Rentabilitas (Earning)
a.      Return On Assets (ROA)
Menurut (Robert Ang, 1997). ROA merupakan rasio antara laba setelah pajak atau Net Income After Tax (NIAT) terhadap total assets. Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin baik kinerja suatu perusahaan (bank). Secara matematis ROA dapat dirumuskan sebagai berikut:


Total asset yang lazim digunakan untuk mengukur ROA sebuah bank adalah jumlah dari asset-asset produktif yang terdiri dari penempatan surat-surat berharga (seperti Sertifikat Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang, penempatan dalam saham perusahaan lain, penempatan dalam Call Money atau Money Market), dan penempatan dalam bentuk kredit (kredit konsumtif maupun produktif baik kepada perorangan maupun institusi atau perusahaan).
Menurut (Harmono, 2009,120). Nilai kredit dapat dihitung sebagai berikut:
1)      Untuk rasio sebesar 0% atau lebih, nilai kredit = 0.
2)      Untuk setiap kenaikan 0,015% ; nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Bobot CAMELS untuk return on assets adalah 5%. Rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio ROA adalah:
 



b.      Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
BOPO merupakan rasio antara biaya operasi terhadap pendapatan operasi. Biaya operasi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha pokoknya (seperti biaya bunga, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran dan biaya operasi lainnya). Pendapatan operasi merupakan pendapatan utama bank yaitu pendapatan bunga yang diperoleh dari penempatan dana dalam bentuk kredit dan pendapatan operasi lainnya. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya. Bank yang sehat rasio BOPO nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat (termasuk BBO dan Take Over) rasio BOPO nya lebih dari 1. Secara matematis BOPO dapat dirumuskan sebagai berikut:
 



Menurut (Harmono.2009,120). Kriteria nilai BOPO dapat dihitung sebegai berikut.
1)      Untuk rasio 100% atau lebih, nilai kredit = 0
2)      Untuk setiap penurunan sebesar 0,08%; nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Bobot CAMELS untuk rasio BOPO adalah 5%. Rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio BOPO adalah:
 



5.      Likuiditas (Liquidity)
Menurut (Dahlan Siamat,2005,213,214,)Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen. Indikator pendukung yang digunakan antara lain sebagai berikut:


a.      Aktiva Likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva Likuid kurang dari 1 bulan
Aktiva Likuid < 1 bulan
Pasiva Likuid < 1 bulan
=

Aktiva likuid dan pasiva likuid kurang dari satu bulan dihitung berdasarkan posisi bulan penilaian.
Komponen Aktiva Likuid:
·         Kas
·         Giro pada Bank Indonesia
·         Sertifikat Bank Indonesia
·         Antara Bank Aktiva (Giro. Deposit on call, Call Money)
Komponen Pasiva Likuid
·         Giro
·         Tabungan
·         Deposito Berjangka
·         Kewajiban Segera
·         Kewajiban pada Bank lain (Giro, Deposit on call, Call Money)
b.      I-Month Maturity Mismatch Ratio
Selisih Aktiva dan Pasiva yang akan Jatuh Tempo 1 bulan
Pasiva yang akan Jatuh Tempo 1 bulan
 
=

Aktiva dan Pasiva Yang Akan Jatuh Tempo 1 Bulan ke Depan (Matrity Profile) dihitung sebagai berikut:
·         Sertifikat Bank Indonesia
·         Antar bank Aktiva
·         Surat-surat Berharga
·         Kredit yang diberikan
·         Lain-lain
Pasiva yang jatuh tempo 1 bulan ke depan
·         Giro
·         Tabungan
·         Deposito Berjangka
·         Bank Indonesia
·         Antar Bank Pasiva
·         Surat Berharga yang deterima
·         Lain-lain.

c.       Loan to Deposit Ratio (LDR)
Menurut (Masyhud Ali, 2004). LDR Merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera dipenuhi. Kewajiban tersebut berupa call money yang harus dipenuhi pada saat adanya kewajiban kliring, dimana pemenuhannya dilakukan dari aktiva lancar yang dimiliki perusahaan.
Sebagaimana rasio likuiditas yang digunakan dalam perusahaan secara umum juga berlaku bagi perbankan. Namun perbedaannya dalam likuiditas perbankan tidak diukur dari Acid Test Ratio maupun Current Ratio, tetapi terdapat ukuran khusus yang berlaku untuk menentukan likuiditas bank sesuai dunia perbankan terutama diukur dari Loan to Deposit Ratio (LDR). Besarnya LDR mengikuti perkembangan kondisi ekonomi Indonesia, dan sejak akhir tahun 2001 bank dianggap sehat apabila besarnya LDR antara 80% sampai dengan 110%. Besarnya LDR dihitung sebagai berikut :


d.      Rasio Nett Call Money terhadap Current Assets (Liduidity Ratio)
Menueut (Harmono,2009,122). Neet call maney merupakan selisih absolut antara volume transaksi call money yang diberikan oleh suatu bank umum kepada bank lain dengan volume transaksi call money yang diterima oleh bank tersebut dari bank lain. Current assets bank terdiri atas kas, giro  di Bank Indonesia, serta piutang jangka pendek lainya yang dapat segera dicairkan bila diperlukan (alat-alat likuit). Rumus Liquitidy Ratio (LR) adalah sebagai berikut:


Nilai kreditnya dihitung sebagai berikut:
1)      Untuk rasio 100% atau lebih, nilai kredit = 0.
2)      Untuk setiap penurunan sebesar 1%, nilai kredit ditambah dengan maksimum 100.
Bobot CAMELS untuk LR adalah 5%, rumus untuk menentukan nilai kredit dari rasio LR adalah sebagai berikut:
 


Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Table 2.2
Formula CAMELS
No
Factor yang Dinilai
Komponin
Bobot
1.
Permodalan (Capital)
Rasio Total Modal Terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
25%
2.
Kualitas Aktiva Produktif
Rasio Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan Terhadap Aktiva Produktif
30%
3.
Manajemen (Management)
Rasio Laba Bersih Terhadap Pendapatan Operasional
25%
4.
Rentabilitas (Earning)
Rasio Laba Sebelum Pajak Terhadap Total Assets Rasio Beban Operasional Terhadap Pendapatan Operasional
5%
5%
5.
Likuiditas (Liquidity)
Rasio Total Kredit yang Diklasifikasikan Terhadap Total Dana Pihak Ketiga
10%
Jumlah
100%
Sumber : Banking Assets and Liability Management (2006 : 188).

e.       Sensitivitas Terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk)
Menurut (Dahlan Siamat,2005,215,216). Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadapa risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a.       Modal atau cadangan yang dibentuk untuk meng-cover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga yaitu:
Ekses Modal
Potential Loss Suku Bunga
 



Catatan :
§  Potential loss suku bunga adalah (gap positio dari eksposure trading book + banking book ) x fluktuasi suku bunga.
§  Ekses Modal adalah kelebihan modal dari modal minimum yang ditetapkan yang khusus digunakan untuk antisipasi risiko suku bunga.
§  Trading book adalah seluruh posisi perdagangan bank (pripritary position) padda istrumen keuangan dalam neraca dan rekening administrasi serta transaksi derivatif.

b.      Modal atau cadangan yang dibentuk untuk meng-cover flukutasi nilai tukar dibandingkan degan potensial loss sebagai akibat flukutasi (adverse movement) nilai tukar yaitu:
Ekses Modal
Potential Loss Nilai Tukar
 



Catatan:
§  Potential loss nilai tukar adalah (gap position dari eksposur trading book valas + banking book valas x flukutasi nilai tukar):
§  Banking book adalah semua elemen/posisi lainya yang tidak termasuk dalam Trading Book:
§  Ekses Modal adalah kelebihan modal dari modal  minimum yang ditetapkan khusus digunakan untuk administrasi risiko nilai tukar.
c.       Kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Penerapan Bank terhadap sistem manajemen risiko pasar eliputi:
§  Pengawasan aktif dewan Komisaris dan Dreksi Bank terhadap potensi eksposurbrisiko pasar.
§  Kecukupan proses identifikasi, pengukuran dan pengendalian risiko pasar serta sistem informasi manajemen risiko pasar.
§  Efektifitas pelaksanaan pengendalian intern (internal control) terhadap eksposur risiko pasar termasuk kecukupan fungsi audit intern.
Menurut (Harmono,2009,123). Penjumlahan nilai CAMELS yang telah dikalikan dengan bobotnya masing-masing seperti diuraikan di atas, selanjutnya secara keseluruhan golongan predikat tingkat kesehatan bank dapat ditentukan sebagai berikut:


Tabel 2.3
Nilai Kredit Penggolongan Tingkat Kesehatan Bank
No
Nilai Kredit Camels
Predikat
1.
2.
3.
4.
81 – 100
66 - < 81
51 - < 66
0 - < 51
Sehat
Cukup Sehat
Kurang Sehat
Tidak Sehat

2.10. Action Plan Dalam Penghitungan Tingkat Kesehatan Bank
            Menurut (Dahlan Siamat,2005,216,217). Bank Indonesia dapat meminta direksi, komisaris, dan atau pemegang saham untuk menyampaikan action plan. Action plan memuat langkah-langkah perbaikan dengan target waktu selama periode tertentu yang wajib dilaksanakan oleh bank apabila hasil penilaian tingkat kesehatan bank menunjukkan satu atau lebih faktor penilaian memiliki peringkat 4 dan atau peringkat 5.
Pokok-pokok yang perlu dicakup dalam action plan antara lain meliputi:
a.       Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank dan atau pihak lainya apabila bank mengalami permasalahan faktor permodalan: seperti kecenderungan penurunanya KPMM sehingga diperkirakan akan di bawah ketentuan yang berlaku:
b.      Penanganan kredit bermasalah secara intensif dan efektif apabila Bank mengalami permasalahan faktor kualitas aset: seperti meningkatnya jumlah kredit bermasalah sehingga diperkirakan berpengaruh secara signifikan kepada faktor lain:
c.       Peningkatan fungsi audit intern, penyempurnaan pemisahan tugas, dan peningkatan efektivitas tindakan korektif berdasarkan temuan audit apabila bank mengalami permasalahan manajemen seperti lemahnya penerapan pengendalian intern (internal control):
d.      Peningkatan efisiensi  bank apabila bank mengalami permasalahan rentabilitas sehingga perolehan laba menurun dan mempengaruhi faktor lain secara signifikan:
e.       Peningkatan akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainya apabila bank mengalami permasalahan likuiditas seperti menurunya kecukupan likuiditas (liquidity shortage) sehingga diperkirakan akan mempengaruhi cash flow jangka pendek:
f.       Penambahan modal (fresh money) dari pemegang saham bank dan atau pihak lainya atau penataan kembali portofolio bank. Penambahan modal dilakukan apabila bank mengalami permasalahan sensitivitas terhadap risiko pasar, seperti meningkatnya eksposur risiko suku bunga pada portofolio banking book (interest rate risk in banking book) dan kemampuan modal untuk menyerap potensi kerugian tersebut cenderung menurun.
Selanjutnya. Ban Indonesia secara berkala atau sewaktu-waktu memantau hasil perbaikan berdasarkan laporan pelaksanaan action plan yang disampaikan oleh bank. Apabila diperlukan dilakukan pemeriksaan khusus terhadap hasil perbaikan yang telah dilakukan oleh bank untuk memastikan kebenaran laporan yang telah disampaikan oleh bank tersebut.


2.11. Tinjauan Penelitian Terdahulu
            Penelitian ini dilakukan untuk melihat Kesehatan Bank Pemerintah dengan menggunakan metode CAMELS. Penulis dalam hal ini meneliti bank  pemerintah yang terdaftar di BI pada periode tahun 2008-2012 yaitu: PT.Bank Negara Indonesia Tbk., PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk., PT. Bank Tabungan Negara Tbk., dan PT. Bank Mandiri Tbk.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif. Populasi pada penelitian ini adalah bank yang mempublikasikanlaporan keuangan tahunannya, sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bank pemerintah.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, Dapatdisimpulkan kesehatan Bank Negara Indonesia baik, Bank Rakyat Indonesia baik, Bank Tabungan Negara baik, dan Bank Mandiri baik. Saran pada penelitian ini, dari segi likuiditas, Pihak Manajemen Bank Tabungan Negarahendaknya lebih memperhatikan aspek likuiditasnya karena Bank tabungan Negara ada diperingkat 4 yang dikategorikan kurang baik dalam penyediaanlikuiditas nya. Hal ini dikarenakan jumlah yang diperlukan untuk membayar kredit lebih sedikit daripada kredit yang diberikan oleh Bank Tabungan Negara kepada masyarakat. Oleh karena itu Bank Tabungan Negara dapat meningkatkan Dana Pihak Ketiga untuk dapat meningkatan likuiditas nya.Pihak manajemen Bank-bank Pemerintah hendaknya dapat meningkatkan rasio sensitivitas terhadap risiko pasar. Hal ini dikarenakan potential lossnya terlalu besar selama dua tahun tersebut.


           















1 komentar:

  1. Stiletto Titanium Hammer - Titanium Art | TITanium
    Stiletto Titanium Hammer - Titanium Art trex titanium headphones by titanium pan TITIANA. titanium teeth dog TITIANA: This glass resin has an exceptional performance for its ford titanium ecosport close and detailed titanium wheels use of fine $6.95 · ‎In stock

    BalasHapus